Berbagai Masalah yang Dialami Anak Broken Home

Jumat, 04 Mei 2019 _ Hattmadi Abdullah, M.Psi


Broken home adalah kondisi ketika sebuah keluarga mengalami keretakan dan ujungnya berpisah. Keretakkan ini bisa disebabkan karena pertengkaran, KDRT, hingga perceraian. Tak hanya berdampak pada orangtua saja, broken home juga dapat memengaruhi anak-anak.
Para psikolog dari Komunitas Psikolog Millenium menjelaskan bahwa efek dari keluarga yang tidak harmonis pada anak berbeda-beda. Hal ini tergantung pada usia seorang anak ketika orangtua bercerai, kepribadian anak, dan hubungan di dalam keluarga.

Masalah-masalah yang sering dialami anak broken home

Tanpa disadari, mendengar pertengkaran orangtua setiap hari dapat melukai hati anak. Jika kondisi tersebut berlangsung lama, anak akan memuculkan berbagai reaksi sebagai bentuk ungkapan isi hati dan pikirannya. Hal ini tidak hanya berdampak pada dirinya sendiri, tapi juga memengaruhi hubungan anak dengan orang-orang di sekitarnya.
Balita dan anak-anak yang masih sangat kecil mungkin tidak akan mengalami efek perkembangan yang terlalu negatif. Namun, anak-anak yang orangtuanya bercerai saat mereka sudah memasuki usia sekolah atau bahkan remaja mungkin mengalami beberapa masalah dalam fungsi sosial, emosional, dan pendidikan mereka.
Beberapa masalah yang sering dialami oleh anak broken home adalah:

1. Masalah emosional

Perceraian orangtua tentu menyisakan luka yang mendalam pada anak. Apalagi jika anak sudah memasuki usia sekolah atau bahkan remaja. Emosinya yang masih labil dan meluap-luap membuat anak-anak broken home cenderung sulit untuk mengontrol emosi mereka sendiri. Anak broken home usia sekolah dan remaja mungkin akan secara terang-terangan menunjukkan rasa tidak suka dengan cara berbuat anarkis, seperti sering berteriak-teriak, berbuat kasar, dan lain sebagainya.
Tak hanya itu saja, anak-anak juga lebih rentan mengalami stres dan depresi, yang merupakan keadaan emosional jangka panjang. Masalah emosional ini bahkan  dapat bertahan hingga beberapa tahun setelah perceraian orangtua, jelas psikolog asal Amerika Serikat, Lori Rappaport.
Di sisi lain, beberapa anak yang sudah beranjak dewasa mungkin menunjukkan reaksi emosional yang jauh lebih sedikit ketika menghadapi perpisahan orangtua mereka. Meski di luar mereka tampak baik-baik saja, namun banyak anak usia dewasa sebenarnya memendam perasaan negatif di dalam dirinya. Penekanan emosional ini justru dapat membuat orangtua, guru, dan terapis kesulitan untuk membantu anak memproses perasaannya dengan cara yang tepat.
Sebuah studi menunjukkan bahwa kasus bunuh diri yang dilakukan oleh anak broken home jauh lebih tinggi ketimbang anak yang berasal dari keluarga yang harmonis. Meski begitu, sampai saat ini para peneliti belum menemukan korelasi yang tepat antara perceraian dan bunuh diri seorang anak. Para peneliti menduga  bawah tampaknya hal tersebut bisa dipicu oleh bentuk penolakan anak terhadap sikap yang diambil orangtua.

2. Masalah pendidikan

Masalah lain yang mungkin dialami anak yang broken home adalah menurunnya prestasi akademik di seklah. Sebenarnya hal ini tidak mengagetkan. Jika ditelisik lagi, masalah stres secara emosional saja sudah dapat menghambat kemajuan akademis anak di sekolah, apalagi perubahan gaya hidup dan suasana keluarga yang tidak harmonis. Hal ini pada akhirnya dapat berkontribusi pada hasil pendidikan anak yang buruk.
Berbagai masalah akademik ini dapat berasal dari sejumlah faktor, termasuk lingkungan rumah yang tidak kondusif, sumber daya keuangan yang tidak memadai, dan rutinitas yang tidak konsisten. Alhasil, anak jadi malas belajar, sering bolos, atau membuat keributan di sekolah. 

3. Masalah sosial

Perceraian juga dapat memengaruhi hubungan sosial anak dengan lingkungan sekitarnya, Akibat perceraian, beberapa anak mungkin akan melepaskan rasa kegelisahan mereka dengan bertindak agresif dan terlibat dalam perilaku bullying (penindasan). Keduanya sama-sama tindakan negatif. Jika dibiarkan terus-terusan, kondisi tersebut dapat memengaruhi hubungan anak dengan teman sebayanya.
Masalah lainnya yang juga sering dialami anak broken home adalah munculnya rasa cemas berlebih. Kecemasan ini dapat membuat mereka sulit untuk melakukan interaksi sosial yang positif dan terlibat dalam kegiatan pengembangan diri yang bermanfaat, seperti olahraga.
Anak broken home mungkin juga akan memunculkan sikap sinis dan rasa tidak percaya terhadap sebuah hubungan, baik terhadap orangtua dan pasangan potensial mereka, jelas psikolog Carl Pickhardt, dalam artikelnya yang berjudul “Parental Divorce and Adolescents” yang diterbitkan pada laman Psychology Today.

4. Masalah dinamika keluarga

Menurut hakikatnya, perceraian tidak hanya mengubah struktur keluarga, namun juga dinamikanya. Bahkan jika Anda dan pasangan Anda bercerai secara damai, hal itu pada akhirnya akan menciptakan dua rumah tangga baru yang secara permanen mengubah interaksi dan peran keluarga. Nah, berdasarkan aturan kehidupan yang baru, anak-anak Anda mungkin perlu melakukan beberapa tugas rumah tangga dan mengambil peran tambahan dalam fungsi dasar rumah tangga yang baru pula.
Selain itu, pada beberapa keluarga yang bercerai, anak sulung sering kali akan mengambil peran orangtua bagi adik-adiknya. Entah karena kesibukan orangtua untuk bekerja atau karena orangtua memang tidak bisa selalu hadir di sisi mereka seperti sebelum terjadinya perceraian.
Dalam banyak kasus, anak broken home di rentang usia 18 hingga 22 tahun kemungkinan dua kali lebih besar untuk memiliki hubungan yang buruk dengan orangtua mereka. Kebanyakan dari mereka akan menampilkan tekanan emosional yang tinggi dan masalah perilaku. Tak jarang, banyak dari mereka yang sampai membutuhkan bantuan psikologis untuk membantu mengontrol emosisinya sendiri.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Hattmadi Bakrie Abdullah, M.Psi juga menemukan bahwa anak broken home kurang patuh pada orangtua mereka yang bercerai.
Sebuah studi yang dipublikasikan dalam Buku Masalah Broken Home Terhadap Psikologi Anak menemukan bahwa efek perceraian tidak hanya dapat dirasakan saat itu saja, tapi juga bisa bertahan lama dalam jangka waktu yang panjang, sekitar 12-22 tahun setelah perpisahan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERTIMBANGAN PENENTUAN PENGENDALI KEUANGAN KELUARGA: SEBUAH ANALISA NILAI PERAN GENDER DALAM INTERAKSI PASANGAN SUAMI ISTRI

Psikologi Keluarga