Hati-Hati, 5 Kondisi Sosial Ini Memicu Anak Berpikir untuk Bunuh Diri!

Di tanggal 10 September kemarin, seluruh dunia memperingati Hari Pencegahan Bunuh Diri dan di tahun 2018 mengusung tema “Berupaya Bersama untuk Pencegahan Bunuh Diri”.

Untuk bisa mengupayakan pencegahan terhadap bunuh diri, orang tua juga perlu mengetahui kondisi seperti apa yang memicu seseorang bisa mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Terkadang kondisi sekitar atau pola asuh orangtua di rumah bisa menjadi salah satu faktor yang membuat anak menyakiti diri sendiri dan berpikir untuk bunuh diri. 

Berhubung masih dalam suasana Hari Pencegahan Bunuh Diri di bulan September, kali ini Psikolog Hattmadi Abdullah, M.Psi ingin berbagi mengenai beberapa kondisi sekitar anak yang bisa memicu pemikiran untuk bunuh diri. 

Yuk parents, mulai kembali membuka mata terhadap kondisi-kondisi yang bisa memicu anak berpikir untuk bunuh diri!

1. Pola asuh perfeksionis


Ada yang menerapkan pola asuh perfeksionis di rumah? 

Pola asuh perfeksionis memaksa si Anak selalu berhasil dalam keadaan apapun. Orangtua seolah membentuk gambar ideal anak yang terlalu kaku dan tidak boleh melakukan kesalahan apapun karena ingin anak-anaknya berhasil. 

Pola asuh yang salah dari orangtua si Anak bisa menjadi salah satu pemicu pikiran untuk bunuh diri. Ini dikarenakan terlalu depresi saat harus menuruti segala peraturan orangtuanya yang begitu ketat.

Padahal orangtua yang menerapkan pola asuh perfeksionis harus paham tentang pembelajaran dari sebuah kegagalan. Bersama kegagalan, si Anak justru bisa mengetahui kesalahan yang terjadi padanya dan justru akan belajar untuk memperbaiki.

Jika pola asuh perfeksionis ini terus dilakukan ke si Anak, jangan heran kalau dirinya merasa frustasi dengan segala tekanan yang diberikan padanya. 

2. Selalu mendapatkan julukan yang buruk


“Dasar Anak Manja! Kemana-mana pasti selalu sama orangtuanya!”

“Matanya kok juling?”

Anak yang menerima cap atau julukan dari orang lain bisa membuat dirinya merasa tidak nyaman. Belum lagi kalau julukan itu benar-benar menyakitkan.

Tak bisa dipungkiri kalau ini sudah termasuk kekerasan secara verbal, korban pun bisa merasakan sakit hati karena diperlakukan seperti ini hingga dirinya dewasa nanti. 

Ingatan tentang julukan buruk ini akan selalu ada dan sulit sekali dihilangkan. Hal terburuk lainnya, ini menjadi salah satu faktor atau alasan seseorang mengakhiri hidupnya. 

3. Pernah mendapatkan hinaan


Dihina karena kekurangan fisik bisa membuat kepercayaan diri seseorang menurun drastis, apalagi jika terjadi pada anak-anak. 

Saat fisiknya diusik oleh orang lain, dirinya seperti merasa tidak berguna. Pemikiran bunuh diri pun bisa bermula saat ini terjadi. Padahal walau memang ada kekurangan fisik, setiap anak pasti memiliki kelebihan masing-masing. 

Jika si Anak memiliki kekurangan fisik, Mama bisa membangkitkan kepercayaan dirinya kembali dengan memberikan kata-kata motivasi atau sebuah gambaran tentang arti kesuksesan. Perlihatkan kalau ada banyak orang sukses, meskipun memiliki kekurangan fisik.

Usahakan si Anak memiliki kepercayaan diri kembali ya, Ma. Pa. 

4. Merasa diasingkan


Anak-anak yang merasa diasingkan oleh teman atau lingkungannya sudah dipastikan sedang berada di situasi tidak bahagia.

Diasingkan membuat kepercayaan diri si Anak menurun dan merasa dirinya tidak berharga. 

Ketidaknyamanan akibat diasingkan inilah yang membuat si Anak mengalami depresi karena tidak diterima di sebuah kelompok sosial. 

Pemikiran si Anak semakin larut dalam kesedihan bisa mengarahkannya ke tindakan menyakiti diri sendiri atau bahkan bunuh diri. 

Untuk mengatasi permasalahan anak-anak yang merasa kesepian akibat diasingkan, orang tua harus bisa berada di samping si Anak kapan saja ketika dibutuhkan.

Cara sederhana ini bisa membuat si Anak kembali merasa berharga karena masih dicintai. 

5. Terinspirasi dari berita tentang bunuh diri


Parents, perlu disadari kalau tayangan televisi yang ditonton anak-anak bisa memberikannya inspirasi. Bentuk inspirasi yang diserap si Anak pun bisa baik atau buruk, tergantung dari konten tayangan televisi yang selalu ditontonnya. 

Jika si Anak sering sekali terpapar berita negatif seperti bunuh diri dan terlalu dibahas secara detail, ini akan membuat dirinya menangkap informasi kalau bunuh diri dilakukan sebagai jalan pintas. Suatu saat si Anak bisa saja terinspirasi melakukan hal yang sama karena mengira jika bunuh diri termasuk hal yang wajar. 

Dirinya bisa saja berpikir kalau sudah mengakhiri hidup nanti akan lebih banyak orang yang mengingat kebaikan tentang mereka. 

Padahal bunuh diri tidak akan membuat si Anak bisa menyelesaikan masalah atau terlihat keren karena dirinya akan menjadi pembicaraan banyak orang. 

Itulah beberapa pemicu yang membuat banyak orang termasuk anak-anak terinspirasi melakukan bunuh diri.
Jangan sampai pikiran negatif ini terjadi pada anak-anak di rumah ya, parents.

Yuk, mulai cegah dan mengurangi tingkat bunuh diri di Indonesia dengan memberikan pemahaman mengenai hal ini saat berada bersama anak-anak!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERTIMBANGAN PENENTUAN PENGENDALI KEUANGAN KELUARGA: SEBUAH ANALISA NILAI PERAN GENDER DALAM INTERAKSI PASANGAN SUAMI ISTRI

Psikologi Keluarga