PSIKOLOGIS ANAK PUTUS SEKOLAH
Menurut Hattmadi Bakrie Abdullah, M.Psi
Penelitian mengenai anak putus sekolah telah banyak dilakukan, misal Hattmadi (2013) di Kecamatan Selangit Kabupaten Musi Rawas Sumatera Selatan, Penelitian-penelitian ini menginvestigasi faktor-faktor yang mempengaruhi
anak putus sekolah dari sisi geografi, demografi, sosial budaya dan ekonomi. Masih sangat
jarang penelitian tentang anak putus sekolah melihat dari sisi internal individu atau dari sisi
kondisi psikologisnya.
Penelitian ini mencoba mengkaji dari sisi yang lain yaitu bukan dari faktor demografi
maupun geografi, tetapi lebih melihat dari sisi dalam diri seorang individu atau pelajar yang
memutuskan untuk berhenti sekolah. Peneliti beranggapan ketika seorang individu memiliki
kondisi psikologis yang baik, yaitu dilihat dari self concept, internal locus of control, dan nilai
diri (self value) yang baik, maka kendala seperti demografi, geografi, social ekonomi, dan
budaya bukan suatu masalah serius, tetapi sebagai sebuah tantangan. Kondisi psikologis ini
mendorong seorang individu untuk memberdayakan semua potensi yang ada untuk mengatasi
kendala tersebut.
Ketika seorang individu pelajar memutuskan apakah hendak keluar dari sekolah
ataukah tidak, tentunya dilandasi adanya suatu permasalahan rumit (demografi ataupun
demografi), yang membutuhkan suatu perjuangan. Perjuangan tersebut berhasil dan
membuahkan keputusan terbaik (tidak keluar sekolah) ketika individu pelajar tersebut
memiliki keyakinan positif terhadap dirinya sendiri. Keyakinan tersebut berupa keyakinan
dirinya terhadap kemampuan dalam mengatasi dan menyelesaikan masalah, keyakinan bahwa
nasib sendiri berada ditangan sendiri, keyakinan bahwa kehidupan sejatinya adalah belajar dan
belajar, serta keyakinan bahwa nilai diri sangat ditentukan oleh apa yang dilakukan seorang
individu
Putus sekolah didefinisikan sebagai mereka yang pernah bersekolah di salah satu
tingkat pendidikan, tetapi pada saat survey berlangsung mereka tidak terdaftar di salah satu
tingkat pendidikan formal (Septiana & Wulandari, 2012). Anak-anak yang putus sekolah
disebabkan oleh banyak faktor, sebagian besar karena faktor demografi, geografi, sosial
budaya, dan ekonomi. Disamping itu, sebab anak putus sekolah setiap wilayah berbeda-beda.
Kondisi psikologis merupakan keadaan yang ada dalam diri seorang individu.
Keadaan ini ditengarai dapat memengaruhi sikap dan perilaku seorang individu, termasuk
memengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan terhadap suatu masalah yang dihadapi.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kondisi psikologis mendasari kepribadian seorang
individu.
Kondisi psikologis terbentuk melalui pendidikan secara umum yang telah dilakukan
oleh seorang individu. Pendidikan manusia dimulai sejak dia lahir dan berkelanjutan
mengikuti usia manusia. Pendidikan dilakukan dan atau terjadi dalam keluarga, sekolah, dan
lingkungan. Pendidikan yang terjadi pada seorang individu diikuti dan diserap menjadi sebuah
pengalaman hidup. Kedua hal tersebut yaitu pendidikan dan pengalaman dengan lingkungan
sebagai variabel yang mempengaruhi proses keduanya, terinternalisasi sejalan dengan usia
individu membentuk kepribadian seorang individu.
Konsep Diri (Self Concept)
Konsep diri (self concept) menurut Demidenko, dkk (2011), merupakan sebuah
model yang terkait dengan kondisi psikologis lain yaitu penghargaan diri (self esteem),
stabilitas diri (stability), dan tingkat keyakinan terhadap kemampuan diri (self efficacy).
Dengan demikian, seorang individu bersikap dan berperilaku sangat diwarnai oleh konsep diri
yang dimilikinya (Riyadiningsih, 2010). Hasil Penelitian Philip & Gully (1997) dalam
Riyadiningsih (2006) menemukan ketika sorang individu memiliki self efficacy tinngi maka
dia akan memberdayakan semua potensi dan kompetensi yang dimiliki untuk menyelesaikan
suatu tugas tertentu. Individu dengan self efficacy tinggi bisa dikatakan juga konsep dirinya
juga tinggi.
Pengetahuan mengenai bagaimana kondisi psikologis dari responden merupakan hal
penting, mengingat hal tersebut diduga sebagai antecedent mengapa seorang anak
memutuskan untuk berhenti sekolah. Kondisi psikologis ini meliputi locus of control, self
concept, dan self value.
Hasil penelitian banyak menyebutkan bahwa ketika seorang individu
memiliki internal locus of control, maka dia akan mengungkit semua potensi atau sumber
daya yang dimilki. Dengan demikian semua kendala akan dianggap sebagai tantangan yang
harus diselesaikan. Sebaliknya, ketika seorang individu memiliki external locus of control
maka dia pasrah terhadap nasib dan keadaan yang ada disekitarnya, tanpa ada keinginan untuk
merubah keadaan tersebut.
Dengan demikian, individu ini tidak memiliki daya juang tinggi
untuk memperbaiki nasib. Individu dengan kecenderungan external locus of control lebih
menyandarkan harapannya pada orang lain. Sehingga individu tersebut sangat tergantung pada
orang lain. Mereka lebih cenderung mencari dan memilih situasi yang menguntungkan
mereka. Sementara individu dengan internal locus of control memiliki kecenderungan
menyandarkan harapan hidupnya pada diri sendiri. Individu ini sangat yakin terhadap dirinya
sendiri, mereka selalu mencari kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan,
keahlian, dan kemampuan, dibanding hanya mencari situasi yang menguntungkan.
Hasil penelitian menunjukkan anak putus sekolah memiliki locus of control beragam
dengan skor terendah 9 dan skor tertinggi 19, dan rata-rata skor 15,3. Hal ini menunjukkan
bahwa kondisi locus of control secara umum responden adalah memiliki kecenderungan
external locus of control. Adalah sangat bisa dipahami dengan kondisi ini, maka ketika
lingkungan dianggap tidak mendukung maka sangat mudah untuk memutuskan berhenti dari
sekolah.
Disamping itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kondisi psikologis yang
kedua yaitu self concept atau konsep diri responden cenderung moderat. Artinya tidak terlalu
tinggi nilainya, walaupun masih dalam kategori positip. Skor self concept terendah 9 dan
tertinggi 15, dengan rata-rata skor 13,2.
Hal ini menunjukkan bahwa mereka cenderung
memandang positif terhadap dirinya sendiri. Hal ini sejalan dengan gambaran nilai diri
responden terhadap dirinya sendiri yang cenderung menilai dirinya cukup tinggi, yaitu kisaran
skor 24 – 32.
Data pengalaman yang terkumpul dari responden menunjukkan responden memiliki
pengalaman yang variatif. Kebanyakan mereka memiliki pengalaman yang baik, hanya sedikit
yang menunjukkan pengalaman yang traumatik, kurang lebih hanya 15,49% dari data yang
ada. Walaupun dari data lingkungan internal menunjukkan memang ada sesuatu yang kurang
baik dari lingkungan keluarga yang dihadapi responden. Sedang lingkungan ekternal atau
pergaulan menunjukkan responden berada pada lingkungan cenderung kondusif, hanya sedikit
yang berada pada lingkungan pergaulan yang kurang baik.
Hasil penelitian sementara menunjukkan bahwa anak putus sekolah berada di
wilayah pedesaan dan perkotaan dengan perimbangan jumlah yang tidak jauh berbeda. Hal ini
menunjukkan bahwa faktor utama penyebab anak memutuskan berhenti sekolah bukan
semata-mata masalah demografi dan social ekonomi. Secara implisit juga menunjukkan ada
faktor penyebab lain dari diri anak tersebut secara individu yang memengaruhi keputusan
berhenti sekolah. Hal ini perlu untuk digali lebih lanjut.
Berdasar data penelitian yang diperoleh, sementara dapat disimpulkan bahwa secara
umum kondisi psikologis yang dicerminkan dengan locus of control menunjukkan anak putus
sekolah memiliki kecenderungan external locus of control. Individu dengan kecenderungan
external locus of control lebih menyandarkan harapannya pada orang lain. Sehingga individu
tersebut sangat tergantung pada orang lain. Mereka lebih cenderung mencari dan memilih
situasi yang menguntungkan mereka.
Kondisi lingkungan yang dihadapi anak putus sekolah kebanyakan menunjukkan
kondisi lingkungan keluarga yang kurang harmonis dan juga kondisi lingkungan pergaulan
yang kondusif, walaupun ada sebagian yang memang berada pada lingkungan pergaulan yang
kurang mendukung. Sehingga perlu adanya pengawasan dari keluarga dan lingkungan sekitar.
Komentar
Posting Komentar