Tumbuh kembang anak dari bayi hingga dewasa tidak hanya fisiknya saja, melainkan psikologinya. Bagaimana perkembangan 
psikologi anak dari bayi hingga dewasa

Jumat, 04 Mei 2019 - Hattmadi Abdullah, M.Psi

Pengertian Psikologi Anak

Kita mengetahui psikologi anak pada dasarnya adalah hal-hal yang mencakup perubahan mental seorang anak dari mulai lahir, menjadi remaja hingga tumbuh dewasa.
Seperti contoh, mengapa anak usia 3 tahun, anak usia 7 tahun dan anak usia remaja berbeda tingkah dan perilakunya? Semata - mata itu karena pengalaman yang mempengaruhi faktor psikologis dan biologisnya.
Saking luasnya, para ilmuwan dan praktisi psikologi sering membagi tumbuh kembang anak ke dalam beberapa area yang spesifik.

Secara luasnya, ini cenderung memetakan perkembangan anak ke dalam kategori perkembangan fisik, perkembangan kognitif, dan perkembangan sosial-emosional.
Mereka mencoba untuk memahami seluruh aspek pertumbuhan anak, termasuk bagaimanakah seorang anak berpikir belajar, melakukan interaksi dan memberikan tanggapan secara emosional terhadap orang atau benda di sekeliling mereka, berteman, memahami emosi dan bagaimana anak-anak mengembangkan kepribadian, perilaku dan keahlian.
Merangkak, berjalan dan berbicara, yang umumnya dicapai oleh kebanyakan anak pada usia tertentu adalah merupakan bukti tumbuh kembang anak. Bagaimana cara mereka berinteraksi dengan lingkungan sosial, dan lain sebagainya.

Tahap Perkembangan Psikologi Anak

Merasa serba salah dalam membesarkan anak adalah hal yang sangat wajar. Tentu Momsingin si kecil tumbuh menjadi pribadi yang baik, sopan santun, dan mudah bersosialisasi dengan masyarakat.
Di satu sisi Moms takut anak terpengaruh oleh lingkungan luar yang tidak terkontrol oleh kita, tapi jika anak diisolasi di dalam rumah pun bukan sebuah solusi.
Pernahkah Anda mengalami dilema seperti di atas? Tenang saja, ada delapan tahap psikososial (hubungan antara kondisi sosial dengan psikologis) dari Erik Erikson yang siap menjadi pengantar para orangtua untuk bertindak.
Sebelumnya, mari kita berkenalan dengan Erik Erikson. Erikson adalah seorang psikoanalitik asal Jerman.
Berbeda dengan tokoh psikoanalitik yang tersohor, Sigmund Freud, menurut Erikson justru perkembangan manusia terjadi seumur hidup, sehingga diperlukan bimbingan dan dukungan dari orangtua untuk membentuk anak menjadi pribadi yang baik.

Bayi

Saat anak masih bayi, ia akan sangat bergantung pada orangtua atau pengasuhnya. Pada tahap ini diperlukan kasih sayang yang cukup agar anak belajar bahwa dunianya akan menjadi tempat yang menyenangkan untuk ditinggali.
Orangtua harus memberikan perhatian yang cukup untuk anak, dan terus berlaku baik dan penuh kasih sayang.

Jika anak tidak mendapatkan kasih sayang yang cukup, bahkan hingga mengalami kekerasan dan ditelantarkan, anak akan membentuk sifat mistrust(rasa tidak percaya) pada dunia.
Anak yang memiliki sifat mistrust merasa bahwa dunia adalah tempat yang kejam untuk tumbuh dan berkembang, hati-hati dengan hal ini.
Anak Usia Bawah Tiga Tahun (Batita)
Saat anak masuk usia 2-3 tahun anak mulai mengenal kemandirian, rasa malu, dan ragu, anak yang percaya pada orangtua atau pengasuhnya merasa percaya diri terhadap apa yang dilakukannya, anak akan merasa bebas mengeksplorasi lingkungannya.
Tapi sebaliknya, jika mereka tidak percaya (biasanya jika anak mendapat pengalaman yang kurang mengenakan) kepada orangtua atau pengasuhnya, anak akan merasa tidak percaya dan ragu untuk meminta, atau menunjukan sesuatu.
Anak Usia Bawah Lima Tahun (Balita)
Beranjak pada usia 3-5 tahun anak mulai memiliki inisiatif karena anak sudah mulai mengenal dunia yang lebih luas di tempat bermainnya (seperti playgroup, TK, atau bersosialisasi dengan tetangga), akan muncul banyak tantangan baru bagi anak.
Izinkan anak untuk bermain dengan banyak hal, dan berikan dorongan untuk anak agar mencoba banyak hal baru.
Remaja
Saat remaja adalah tahap pubertas yang menimbulkan banyak kecemasan dari. Tahap ini biasanya dimulai dari usia 10-20 tahun. Pada tahap ini, remaja cenderung mencari jati diri mereka dan “coba-coba”.
Remaja yang berhasil mendapatkan identitas diri yang produktif, sehat, dan dianggap baik akan terbentuk menjadi remaja dengan identitas yang sehat, dan begitu juga sebaliknya. Pada remaja yang cenderung “tidak berhasil” dalam masa coba-coba mereka, ia akan terbentuk menjadi pribadi yang “kebingungan” tanpa arah hidup.
Usia 20 Tahun ke Atas
Sisanya dari tahap perkembangan versi Erikson adalah intimacy vs isolation, generativity vs stagnation, dan integrity vs despair terjadi pada usia 20 hingga lebih dari 60 tahun.
Pada tahap intimacy vs isolation, anak yang telah menjadi dewasa awal akan mengembangkan hubungannya dengan orang lain.
Pada orang dewasa awal yang berhasil, rasa dibutuhkan dan kedekatan dengan teman sekitar akan terkembang. Namun, jika orang dewasa awal ini cenderung gagal, akan ada perasaan dikucilkan dari lingkungan sekitar.

Kemudian tahap generativity vs stagnation, dimulai pada usia 40-50 tahunan, mereka akan berusaha melakukan apa saja yang dapat memberikan kontribusi terhadap generasi yang lebih muda.
Hal itu bisa saja dengan berusaha menjadi panutan atau bahkan memiliki/mengasuh anak. Pada orang dewasa yang merasa tidak mampu untuk melakukan hal tersebut, mereka akan terjebak pada suatu tahap stagnation (tidak berkembang dan merasa tidak produktif).
Hal-hal yang Mempengaruhi Psikologi Anak
Pernah mendengar istilah buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, hal ini benar-benar terjadi dalam kehidupan. Jika anak Anda nakal, kurang pintar, dan lain sebagainya, Anda tidak bisa langsung menyalahkan sang anak, bisa jadi hal-hal yang mereka lakukan adalah buah hasil mencontoh kedua orangtuanya.
Begitu pun dengan anak Anda yang hobi menghabiskan uang, beli barang yang tidak penting, atau gemar liburan saat keuangan orangtua sedang seret, jika iya silakan introspeksi, karena bisa jadi Anda memberikan contoh yang salah dalam mendidik anak.
Jika ternyata Anda pun masih boros, Anda bisa mengubah kebiasaan itu dengan cara melakukan hal-hal ini:
 #1 Jangan Mudah Terpengaruh Orang Lain
Apakah Anda sering makan siang bersama teman-teman kantor di restoran mewah? Atau mungkin Anda sering pergi karaoke setiap minggu bersama teman meski Anda tidak menyukainya? Mungkin ini salah satu penyebab keuangan Anda tidak terkendali.
 #2 Jangan Lupa Membandingkan Harga
Membandingkan harga dapat berpengaruh terhadap pengeluaran Anda, walaupun hanya pada hal kecil sekalipun. Sebagai contoh, bandingkanlah harga bahan makanan sehari-hari, seperti beras atau susu. Perbedaan kecil dapat berpengaruh karena Anda rutin membelinya.
 #3 Jangan Menyia-nyiakan Makanan
Kebiasaan menyia-nyiakan makanan adalah sebuah masalah besar. Sebagai contoh, jika Anda membuang makanan sisa yang tidak Anda habiskan, atau melupakan bahan makanan di freezer hingga rusak sehingga harus dibuang.
 #4 Tidak Menentukan Prioritas
Anda bekerja dengan beberapa tujuan yang sudah anda rencanakan, misalnya untuk mulai menyicil sebuah rumah, membeli kendaraan bermotor, hingga membeli sebuah handphone terbaru.
Orangtua adalah pendidik yang baik. So, pastikan Anda memberikan contoh yang baik terhadap anak Anda. Oh ya, pendidikan anak pun sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak. Pastinya Anda menginginkan pendidikan yang terbaik bukan?
Saat ini biaya masuk sampai lulus kuliah saja sebesar Rp80 juta. Coba bayangkan, berapa biaya yang harus dibayarkan saat anak Anda kuliah?
Anda ingin tahu cara menyiapkan biaya pendidikan anak?
Perencanaan keuangan pada dasarnya dibuat berdasarkan ilmu keuangan, logika dan sentuhan seni. Jadi rencana keuangan untuk keluarga Anda, belum tentu cocok untuk keluarga lainnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERTIMBANGAN PENENTUAN PENGENDALI KEUANGAN KELUARGA: SEBUAH ANALISA NILAI PERAN GENDER DALAM INTERAKSI PASANGAN SUAMI ISTRI

Psikologi Keluarga